Pada anak yang bergerak secara sangat aktif tiada henti, orangtua kerap menduga bahwa anak mereka hiperaktif. Padahal, anak yang terus aktif dan tidak bisa diam belum tentu hiperaktif. AGEN DOMINO
Anak yang tidak bisa diam belum tentu hiperaktif. Perilaku berlari ke sana kemari belum tentu menandakan penyimpangan (hiperaktif), justru malah menunjukkan kenormalan (perilaku aktif) seperti disampaikan dokter spesialis anak Rumah Sakit Akademik UGM Yogyakarta, Ristantio.
"Anak itu memang harus begitu (wajar jika berlari ke sana kemari). (kalau) anak diam saja, (kita mesti waspada di mana) jangan-jangan kurang hormon tiroid atau mungkin anemia," kata Ristantio beberapa waktu lalu.
Dia juga mengatakan bahwa memang sulit membedakan anak aktif atau hiperaktif. Namun, hal yan perlu diketahui orangtua adalah anak hiperaktif cenderung memiliki sifat destruktif atau merusak.
Sementara, kata Ristantio, hal ini tidak dimiliki oleh anak-anak yang aktif biasa.
“Itu adalah cara 'kasar' untuk mencurigai bahwa itu adalah suatu hiperaktif. Ini hanya (terjadi pada sebagian) kecil, sebagain besar bocah berlarian ke sana kemari itu masih normal karena memang harus seperti itu," kata Ristantio seperti mengutip laman resmi UGM.
Bila menilik kata kunci aktivitas destruktif pada anak hiperaktif, bisa dilihat jika anak tersebut menyenggol suatu benda. Misalnya gelas kaca.
Ristantio menjelaskan bahwa pada anak yang hiperaktif ketika mendapati gelas yang ada di atas meja, dia malah sengaja menyenggol agar jatuh dan pecah.
Sementara itu, pada anak aktif yang menyenggol benda tertentu dan berakibat pecah akan kaget, terdiam, dan merasa bersalah kata Ristianto dalam talkshow kesehatan ‘Anak Terlindungi, Indonesia Maju’ yang disiarkan melalui kanal Youtube Rumah Sakit Akademik UGM.
Ketika orangtua mencurigai anak ke arah hiperaktif, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan pakar. Sehingga bisa dilakukan upaya terbaik agar kehidupan anak bisa optimal.
Anak Hiperaktif Bukan Berarti Tak Pintar AGEN DOMINO
Perilaku hiperaktif pada anak memerlukan intervensi dari pakar agar perilakunya bisa terkontrol. Bila tidak dapat dikontrol hal ini bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal ini karena anak kadang tidak bisa memperkirakan dampak dari perilakunya seperti disampaikan psikolog anak Adiyanti.
Ia juga menuturkan, bahwa anak hiperaktif bukan berarti bodoh atau kurang pintar. Namun, karena dia tidak memusatkan perhatiannya dengan baik
"Anak hiperaktif berisiko tinggi untuk mengalami kegagalan dalam menjalankan tugas-tugas yang terstruktur sehingga ia membutuhkan keteraturan dan ketekunan berkesinambungan," katanya.
Lalu, dalam kehidupan sosial anak hiperaktif kesulitan dalam mempertahankan pertemanan.
Penyebab Anak Hiperaktif
Dokter spesialis anak jebolan Fakultas Kedokteran UGM, Ratih mengatakan anak hiperaktif terjadi akibat gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Kondisi ini terjadi pada 4-6 persen anak usia sekolah dan 2-4 persen pada usia dewasa. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Umumnya terlihat pada anak sebelum umur tujuh tahun
Ada tujuh faktor yang menjadi penyebab anak hiperaktif yakni faktor genetik, diet gula dan zat pengawet, pola asuh yang buruk, masalah keluarga, sekolah yang tidak efektif, adanya pengaruh rokok dan alkohol saat kehamilan, serta adanya perlukaan di otak.
Selain destruktif, orangtua harus mengetahui gejala anak hiperaktif ditandai dengan perilaku mudah frustrasi, mudah menangis, overaksi, dan cepat marah.
Selanjutnya, tampak pula pada rasa percaya diri yang rendah, sulit berteman, sulit beradaptasi, dan kurang matang secara sosial.
Maka memang penting anak hiperaktif mendapatkan intervensi yang tepat. Dibutuhkan terapi dari psikolog, dokter anak, tim tumbuh kembang anak, serta dukungan keluarga dan guru sekolah yang baik.
"Selain perlu terapi konseling dan obat-obatan, perlu ada peran orang tua dan sekolah dalam memberi pendidikan yang baik pada anak," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar